Breaking

LightBlog

Selasa, 19 Februari 2019

LELAKI KAMPOENG II


Kata orang 'Sekali mendayung dua-tiga pulau terlampaui'. Namun kata-kata itu tidak gampang dan sesederhana yang diucapkan. Kata itu penuh makna dan arti yang sangat mendalam. Kadang kita hanya melihat keberhasilan yang diraih oleh orang lain, namun kita melupakan proses dan ujian yang datang silih berganti menyapa dirinya.

Tuuuuuuuuueeeetttttttpppppp..........klakson kapal terdengar nyaring di telinga, menandakan sebentar lagi kapal akan berlabuh di pelabuhan makassar. Perasaan saya waktu itu campur aduk. Ada perasaan bahagia, ada  juga perasaan gelisah yang tiada berujung.

Perasaan bahagia karena dari kejauhan mata memandang, saya sudah melihat Muktar berdiri dengan gaya khasnya, menggunakan jaket merah dan tas ransel lekat di belakangnnya. Ia berdiri sambil memakai headset sehingga bunyi klakson yang bising itu tak membuatnya peduli. Nampaknya ia begitu santai dan tidak merasa ada perasaan sedih meninggalkan sanak familinya.

Di sisi lain saya merasa bahagia dan terharu, karena pelabuhan inilah yang menjadi saksi hidup sejarah perjalananku. Ketika itu saya masih berstatus santri yang jauh-jauh meninggalkan kampung halaman datang menimba ilmu di Kota Daeng. Ketika itu hatiku benar-benar sakit dan tergores dengan keadaan, sehingga Kota Daenglah yang menjadi tempat pelarian terindahku untuk melupakan kepahitan dari kisah kelam masa lalu.

Namun begitulah kehidupan mengajarkan kita. Semakin tergores hati makin kuat pula jiwa dan raga untuk menatap masa depan. Walau saat itu setiap langkahku penuh air mata dan tangisan, tetapi senyuman untuk kemenangan tak boleh padam. 

Tiba-tiba saja saya melamun dan bernostalgia membayangkan tragedi masa lalu, tanpa sadar air mata ini perlahan menetes. Dengan lamunan yang singkat itu semakin tidak kuat rasanya untuk mencurahkan kejadian itu seutuhnya dan selengkapnya di dalam kisah lelaki kampoeng ini. Cukuplah itu menjadi bagian dari pelajaran hidup yang berarti untukku. Jika suatu saat hati sudah kuat, maka akan kucoba menulis dan mengurai perjalanan yang dulu sempat digusur dan dilengserkan dari kota karang.

"Hamka, mau turun atau tidak?" Tanya seorang kawan.
"Di sini saja kawan. Jawabku sambil mengeluarkan hape dari dalam saku celana. Kebetulan juga saya mau menghubungi Bahrul. Sejak tadi saya perhatikan di sudut-sudut pelabuhan dia belum nampak." 

Berkali-kali saya coba menghubungi Bahrul ternyata nomornya tidak aktif, hatiku saat itu dibuat gelisah dan bingung. Bagaimana nasibnya kawanku itu sekarang? Jadi berangkat atau tidak, karena beberapa jam lagi kapal akan berangkat menuju Surabaya. 

Saya berlari- lari kecil dari deck satu ke deck lainnya sambil membelah lautan penumpang yang masuk. Ah, saya tidak peduli pada mereka. Yang terpenting saya bisa jumpa dengan Bahrul. Saya berlari kembali ke deck atas lagi sambil memastikan kalau Muktar sudah masuk ke dalam kapal.  

Berulang-ulang kali nomor Bahrul belum bisa juga dihubungi. Hati semakin gelisah dan bingung, dalam hati saya tetap yakin kalau dia pasti berangkat, karena dari awal dia sudah mengiyakannya. Katanya, "Jika nanti kapal sudah tiba di Makassar langsung saja hubungi saya, ya. Nanti saya berangkat berbarengan dengan Muktar ke pelabuhan."
Namun yang terjadi sebaliknya, Muktar saja yang tiba duluan, sedangkan dia tidak bisa di hubungi. 
Hape terus saya otak- atik mencari kawan-kawan yang masih di makassar untuk memastikan keberadaan Bahrul. 
Tiba-tiba ada suara panggilan di belakangku. Rupanya Muktar sudah masuk dalam kapal. Alhamdulillah kawan sudah di sini. Jawabku sambil bertanya lagi kepadanya “ Bahrul di mana?"
"Sejak terakhir di pondok saya tidak berjumpa dengan dia, daripada terlambat ke pelabuhan lebih baik saya putuskan untuk berangkat sendiri terlebih dahulu," jelas Muktar. Loh, kok bisa gitu ya?

"Saya sedikit kaget. Kamu sudah menghubungi dia belum?" Tanyaku.
"Sudah. Tetapi nomornya selalu tidak aktif. Saya beberapa kali bertanya ke teman-teman di pondok,  kata mereka dia lagi ke luar entah kemana," Ungkap Muktar.
Ya sudahlah, saya dengan rasa putus asa dan menyesal langsung kembali ke tempat istirahat.
 "Yuk, kita berangkat ke deck 5. Ada semua barang saya di situ."

Kami berdua berjalan tanpa kata-kata sedikitpun. Kami diam membisu menyusuri jalan kecil tiap deck.
Beberapa menit setelah itu kami pun sampai dan berbaring sejenak menghilangkan letih. Pengumuman terus di sampaikan oleh pihak kapal yang mengingatkan bahwa sebentar lagi kapal akan berangkat menuju ke surabaya.

Kuranglebih 10 menit muktar mengajakku keluar jalan-jalan sambil melihat kapal yang akan berangkat ini. setelah keluar dari deck 5 menuju ke deck 4, tanpa sengaja saya melihat Bahrul duduk dengan bersandar pada koper yang dibawanya. 
"Bahrul!" teriakku kaget dan bahagia. 
Kami berdua langsung ke arahnya, dan berpelukan di sana. 
"Alhamdulillah kawan. Kita bertemu juga. bagaimana ceritanya kawan, kok hari ini semua rencana kita sedikit berantakan?" Tanyaku.
"Kita ke tempat istirahat dulu ya kawan, nanti akan saya ceritakan semuanya. Sekarang saya mau isirahat dulu, badan saya sangat letih sekali." Kata Bahrul.
"Okelah kalau begitu, yuk berangkat."

#Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar