Breaking

LightBlog

Kamis, 19 Mei 2016

SURAT UNTUK SEPOTONG SENJA 1

SURAT UNTUK SEPOTONG SENJA 1
M.Hamka Syaifudin


Semilir angin malam datang membawa tanya. Adakah dendam yang engkau selimuti?  Mengapa terlalu cepat engkau beranjak pergi sebelum surat kecil ini hadir? Ketahuilah, bahwa kini engkau telah membuat aku menangis. Sebab, aku telah kehilangan segala-galanya, padahal aku adalah lelaki yang tangguh dan sangat sulit bagi air mata menetes.
Kepergianmu telah membuat bintang-bintang menangis histeris, dan juga sang hawa yang batinnya tersiksa hingga ia tak mampu berkata sepatah kata pun. Mungkin  karena cintanya telah benar-benar bertahta dalam hati, hingga ia rela atas segala nuansa takdir yang bernafas penuh kegelisahan dan bak air mata.
            Duhai sang senja..................
Semilir angin dari sumatra ku titipkan beribu pinta maaf. Sebab aku tak sempat hadir  kala sang Izrail berkuasa dihadapan sanak famili yang tak berdaya,dan hanya menangis merintih diatas panggung takdir Sang Kuasa. Sebab saat ini  aku telah terlalu jauh mengembara, hingga sayap-sayap akan terasa lelah jika terpaksa harus berbalik dari putaran nan deras arah mata angin ini. Dan jika alasanku engkau maafkan, mengapa tidak pada sang Hawa engkau melantunkan ayat-ayat maaf terakhir? Bukankah ia telah ditakdirkan untuk menuntut perjalan panjang mu. Ia juga hanyalah wanita yang lahir diatas penderitaan. Tetapi ia begitu mencintaimu dengan kepenuhan jiwa, keikhlasan hati, dan kebesaran abdi bakti yang pernah ia miliki. Setelah sayap-sayap rapuh, dan tak berdaya baru engkau menangis menyadari cintanya yang tak pernah engkau temui dibelahan bumi manapun. Sebab dialah satu-satunya wanita yang diciptakan dari rusukmu sendiri. Hingga ia begitu penuh tabah, dan engkau pun tak mampu membayangkan nalurinya.
            Duhai sang senja..............
Nurani ku kini bertanya, surat-surat yang dahulu ku kirim mengapa tak ada jawabannya. Adakah secuil dendam mu padaku? Walaupun demikian. Aku tetap pasrah dengan nuansa kehidupan ku sendiri yang mungkin belum sempat diraih kenikmatannya. Tetapi aku lakukan semua ini adalah bentuk pengabdian yang terbaik untukmu, sebab aku kini telah berjalan diatas titah mu, dan tak pernah aku membiarkan perkataan mu jatuh di sentuh puing-puing tanah maupun debu-debu keegoisan yang bertebaran dipermukaan bumi.
            Duhai sang senja..............
            Mungkinkah engkau dahulu hidup hanya mengikuti nuranimu atau hanya berpayung cerita-cerita indah dalam khayalan mimpi sesaatmu. Jika ia. Mengapa tak engkau kabarkan pada mentari-mentari dan belahan jiwamu sebelum petang benar-benar datang memabawa kegelapan itu. Ataukah engkau telah menyimpan selaksa siksa atas kepergian kekasihmu beberapa tahun silam yang begitu engkau dekap dengan harapan agar bisa mendatangkan setetes embun disaat musim panas nanti.
Duhai sang senja..................
Takdir telah bergema. Maka dengan keiklasan dan ketulusan hati kami melepaskanmu, walaupun deraian air mata terus menari-nari diatas duka hati ini. Sebab kami akan kehilangan sang panutan hidup yang berhastrat melihat kami tersenyum. Tetapi tak mengapa, sebab hari ini dia sudah mampu tersenyum akan kehidupan yang sudah ia curahkan dengan tetesan air mata dan darah, hingga anak-anaknya mampu mengenal dan mencumbui sang purnama.
Duhai sang senja..................
Maafkanlah daku
Maafkanlah aku, senja
Yang telah melukiskan kekhilafan  dari sikapku. Yang abdi bakti ku tak seberapa peserpun untuk menyayangimu, sebab aku pun kini masih merangkak bertatih-tatih hanya untuk belajar menghormatimu.
 Ketahuilah duhai sang senja.........walaupun kini engkau tiada, tetapi doa-doa kami akan terus bertasbih dalam lantunan sujud yang akan bergema disetiap airmata ini. Sebab kami semua akan berjalan diatas tuntunan agama yang telah engkau contohkan.
Semoga inilah amal bakti kami yang dapat membuatmu tersenyum simpuh diatas dipan-dipan mahligai syurga......................Aamiin ya Rabb
           
            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar