Subuh
yang senyap......
hening
dari biasanya..............
Aku
terbangun dari keindahan mimpi yang menyelimuti jiwa. Sepertinya, subuh ini tak
lagi ada yang membangunkan, mungkin mereka juga sedang mendayung di samudera
mimpinya hingga waktu terasa begitu singkat jika bangun sepagi ini. Aku
bergegas menuju mushollah dengan langkah penuh buaian sepih dalam kegelapan. Setelah
selesai shalat witir, mushallah belum juga di hiburkan dengan alunan-alunan
syahdu ayat suci alquran dari anak-anak yang telah lama bermukim di sini. Aku
pun melangkah ke beranda mushollah bagian belakang, wajah ini tertunduk, tak
ada rintik kata-kata yang ku ucapkan, selain mengingat sang pemotret problem yang
telah membuat nurani ini harus berbicara sampai shubuh datang menepikan rindu dan
dendam kesumat ini. Dalam diam air mata ini seakan tak pernah berhenti
berderai, bukan karena rindu yang menyemai, bukan karena ketakutan pada malam
yang penuh kejahatan, tetapi pada seorang wanita yang telah menghancurkan arah
kompas hidup ku yang membuat langkah seakan terpaku di bumi ini.
Duhai
pemotret problem. Ku bingkiskan kata hati ini untuk mu.
Kenyataan
kini telah tampak yang mungkin akan menyingkirkan aku dari pergi jauh dari mu. Gelisah
kini telah melemaskan jari-jemariku hingga jiwa seperti terombang ambing tak
menentu arah. Engkau menjadi pemotret, aku terkena potretan dari mu. Kebenciaan
kini telah memuncak yang mungkin tak dapat di dinginkan dengan salju kemaafan
dari mu. Ingin aku mendatangimu meminta sebuah pembelaan bahwa engkau telah
khilaf jatuh dalam persahabatan dengan ku.tetapi sepertinya tidak mungin, karena
kita dipisahkan antara dinding-dinding suci yang saling membelakangi. Engkau menyesal,aku
dibuat kesal oleh mu.
Akankah
engkau memikirkan nasibku wahai sang pemotret problem?
Ingin
rasanya aku berteriak histeris pada dunia malam ini agar mereka dapat
menghardik sifat mu, karena aku sudah benar-benar tenggelam dalam kebencian
pada mu. Aku ingin pergi jauh dari mu dan mencari jalan hidup baru. Walau kelak
ku tersesat, tak mengapa. Asalkan aku tak pernah melihat dan mendengar nama mu
lagi.
Walau
lamanya perjalanan ini, akan aku nikmati sebaigai perisai agar aku tidak selalu termenung menakuti
mimpi sendiri . Jika kelak waktu mempertemukan kita nurani pasti akan tetap
menjerit tetapi akan aku paksa hingga benar-benar mendekati mu, sambil ku berbisik perlahan
bahwa nurani ku belum bisa memaafkan mu.
Biarlah cerita yang nanti akan membenarkan
kisah kita, siapa diantara kita yang lebih dahulu menyakiti hati sahabat. Engkau
berkata jujur namun telah membakar janji sahabat dan seakan-akan menyuruhku
untuk pergi jauh dari mu.
Bukankah
engkau tahu kita memang terpaut dalam aturan????
Duhai
sang pemotret problem.
Inilah
ungkapan hati ku. Aku ucapkan pada mu agar ia tidak menjadi sampah yang
tertumpuk dalam hati ini. Dan aku pun sudah benar-benar jujur pada mu. Aku
lakukan ini karena esok mungkin aku pun sudah pergi meninggalkan kota karang
ini. (catatan sang pengembara.untuk seorang yang kini telah terpaut dalam
ikatan suci)
Saat
bait-bait terakhir ku gores dalam hati.Alunan merdu adzan subuh telah
berkumandang. Aku terbangun sambil merenggangkan badan untuk melepas penat hati
ini yang telah bergemuruh dalam kebencian....
Akan
aku lanjutkan catatan ini. Jika aku telah pergi jauh esok hari. Dan aku doakan
semoga engkau tidak mengikuti jejak langkah ini hanya sekedar untuk minta maaf.
Jangan
pernah...................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar