Breaking

LightBlog

Sabtu, 04 Juni 2016

KETIKA NURANI BERBICARA

sang pecinta biru

Subuh yang senyap......
hening dari biasanya..............
Aku terbangun dari keindahan mimpi yang menyelimuti jiwa. Sepertinya, subuh ini tak lagi ada yang membangunkan, mungkin mereka juga sedang mendayung di samudera mimpinya hingga waktu terasa begitu singkat jika bangun sepagi ini. Aku bergegas menuju mushollah dengan langkah penuh buaian sepih dalam kegelapan. Setelah selesai shalat witir, mushallah belum juga di hiburkan dengan alunan-alunan syahdu ayat suci alquran dari anak-anak yang telah lama bermukim di sini. Aku pun melangkah ke beranda mushollah bagian belakang, wajah ini tertunduk, tak ada rintik kata-kata yang ku ucapkan, selain mengingat sang pemotret problem yang telah membuat nurani ini harus berbicara sampai shubuh datang menepikan rindu dan dendam kesumat ini. Dalam diam air mata ini seakan tak pernah berhenti berderai, bukan karena rindu yang menyemai, bukan karena ketakutan pada malam yang penuh kejahatan, tetapi pada seorang wanita yang telah menghancurkan arah kompas hidup ku yang membuat langkah seakan terpaku di bumi ini.
Duhai pemotret problem. Ku bingkiskan kata hati ini untuk mu.
Kenyataan kini telah tampak yang mungkin akan menyingkirkan aku dari pergi jauh dari mu. Gelisah kini telah melemaskan jari-jemariku hingga jiwa seperti terombang ambing tak menentu arah. Engkau menjadi pemotret, aku terkena potretan dari mu. Kebenciaan kini telah memuncak yang mungkin tak dapat di dinginkan dengan salju kemaafan dari mu. Ingin aku mendatangimu meminta sebuah pembelaan bahwa engkau telah khilaf jatuh dalam persahabatan dengan ku.tetapi sepertinya tidak mungin, karena kita dipisahkan antara dinding-dinding suci yang saling membelakangi. Engkau menyesal,aku dibuat kesal oleh mu.
Akankah engkau memikirkan nasibku wahai sang pemotret problem?
Ingin rasanya aku berteriak histeris pada dunia malam ini agar mereka dapat menghardik sifat mu, karena aku sudah benar-benar tenggelam dalam kebencian pada mu. Aku ingin pergi jauh dari mu dan mencari jalan hidup baru. Walau kelak ku tersesat, tak mengapa. Asalkan aku tak pernah melihat dan mendengar nama mu lagi.
Walau lamanya perjalanan ini, akan aku nikmati sebaigai perisai  agar aku tidak selalu termenung menakuti mimpi sendiri . Jika kelak waktu mempertemukan kita nurani pasti akan tetap menjerit tetapi akan aku paksa hingga benar-benar  mendekati mu, sambil ku berbisik perlahan bahwa nurani ku belum bisa memaafkan mu.
 Biarlah cerita yang nanti akan membenarkan kisah kita, siapa diantara kita yang lebih dahulu menyakiti hati sahabat. Engkau berkata jujur namun telah membakar janji sahabat dan seakan-akan menyuruhku untuk pergi jauh dari mu.
Bukankah engkau tahu kita memang terpaut dalam aturan????
Duhai sang pemotret problem.
Inilah ungkapan hati ku. Aku ucapkan pada mu agar ia tidak menjadi sampah yang tertumpuk dalam hati ini. Dan aku pun sudah benar-benar jujur pada mu. Aku lakukan ini karena esok mungkin aku pun sudah pergi meninggalkan kota karang ini. (catatan sang pengembara.untuk seorang yang kini telah terpaut dalam ikatan suci)
Saat bait-bait terakhir ku gores dalam hati.Alunan merdu adzan subuh telah berkumandang. Aku terbangun sambil merenggangkan badan untuk melepas penat hati ini yang telah bergemuruh dalam kebencian....
Akan aku lanjutkan catatan ini. Jika aku telah pergi jauh esok hari. Dan aku doakan semoga engkau tidak mengikuti jejak langkah ini hanya sekedar untuk minta maaf.
Jangan pernah...................



Tidak ada komentar:

Posting Komentar