Breaking

LightBlog

Sabtu, 10 Desember 2016

SYUKUR KUNCI KEDAMAIAN


Oleh : M Hamka Syaifudin

“ menghamba kepada yang maha mulia niscaya akan mulia, menghamba kepda yang hina niscaya akan terhina. (Abu Bakar Ash Shiddiq)
            Dalam mengarungi samudera kehidupan ini tak banyak manusia yang salah kaprah dan terjebak dalam pilihan yang salah, pilihan yang mungkin baik tetapi tidak bisa menghantarkan ia pada tingkat kedamaian. Tentu yang kita inginkankan bersama adalah ketentraman/ keamaian yang datang dari hati. Ada juga kedamaian tetapi hanya bersifat semu yakni kedamaian yang datangnya dari syaitan.
            Berbicara tentang kehidupan maka kita tidak terlepas dari yang namanya syukur. Sebab semua yang ada di dunia ini sudah terlalu banyak yang di sediakan dan di fasilitasi oleh Allah swt. Bagi orang yang beriman kepada Allah maka ia hanya mengambil seseatu sekedarnya saja untuk menjadi bekal perjalanannya. Dan bagi orang yang kufur dan tidak bersyukur itu semua masih sangat kurang, itu semua belum cukup untuk menjadi bekalnya, itu belum cukup untuk memuaskan hastrat dirinya, istrinya bahkan anak-anak nya, dan terkadang ia selalu mencela, mencerca kehidupannya sedniri.
            Perlu kita sadari lagi bahwasanya, ketika Allah swt menciptakan kita di alam rahim seorang ibu, disina sudah ditetapkan mengenai rezeki kita, umur kita, jodoh kita dan lain sebagainya. dan itulah takdir kita yang tak akan berubah. Tinggal saja sekarang kita menjemput rezeki itu. Jika belum waktu nya maka sekuat apapun usaha yang kita lakukan tidak akan berhasil, maka perbanyaklah untuk senantiasa bersyukur kepada Allah swt agar Allah senantiasa memberikan kemudahan kepada kita, serta menambahkan rasa kedamaian dalam jiwa kita. Agar usaha yang begitu letih tidak menjadi sia-sia semata tetapi dapat bernilai ibadah.
Dalam sebuah ayat kudsi Allah swt berfirman. “apabila engkau melihat Allah swt memberikan rizeki kepada seorang hamba yang sellau berkutat dalam kemaksiatan maka sungguh ia hanya mendapatkan tipu daya Allah swt. Hadits ini memberikan pukulan yang cukup keras, sebab selama ini kita lupa mengintropeksi diri kita, apakah kita beriman kepada Allah atau kita bagan dari orang yang selalu berkutat dalam kemaksiatan itu.  Jika kita orang yang beriman tentu tidak lain  adalah senantiasa bersyukur kepada Allah, tetapi jika kita jauh dari Allah, selalu melanggar perintahnya, maka tentu saja nikmat dari Allah uitu hanyalah tiupu daya semata, semakin banyak kita peroleh malah semakin gelisah dibuatnya, semakin banyak rezeki kita peroleh malah semakin merasa kurang, bahkan ibaratnya kita sepeti menelan air laut semakin banyak di telan semakin menambah rasa haus pula. Itulah perbandingan dan ujian dari Allah kepada kita, sejauh mana kita mampu menempatkan diri dalam menggunakan nikmat itu unjtuk mengabdi dan beribadah kepadanya.
Imam syafi’i berkata dalam sebuah syairnya : Andaikan diantara kalian mengetahui dahsyatnya hempitan pertama di alam kubur niscaya kalian akan lalai dari dunia dan segala macam keindahanya. Masya Allah. Kita lihat bagaiman para ulama selalu menasehati kita, para ulama telah memberian contoh yakni bagaimana mereka mengambil kenikatan dunia ini. Bagi mereka dunia itu adalah kehinaan, maka barang siapa yang mengahambakan dirinya maka ia bagian dari kehinaan itu. Para ulama telah mengajarkan kepada kita untuk berhati-hati dengan dunia yang penuh fitnah ini. Para ulama bahkan sangat takut untuk lama-lama dalam berurusan dengan dunia, karena dunia itu ibaratnya sebuah mata pisau yang tajam, jika tidak di gunakan dengan baik maka berhati-hatilah dengannya. Sehingga para ulama lebih memilih menghabiskan waktunya untuk beribdah kepada Allah swt. Ibadah adalah upaya cerdas untuk meloloskan diri dari jeratan waktu( hikmah).
Dalam sebuah pepatah mengatakan: dunia adalah panggung sandiwara. Dan jika kembali merujuk pada Alqu’an maka kurang lebih terbagi menjadi 3 macam kenimatan dunia yakni : La ibuwwalahu ( permainan dan senda gurau) Mataa ul ghuruur(kesenangan yang menipu) dan mataa un qaliil( kesenangan sesaat).
Dengan beberapa hikmah diatas dapat memberikan sedikit goresan yang menghujam dalam hati kita agar senantiasa bersyukur kepada Allah swt. Bukan berarti kita di larang untuk mencicipi duni beserta kelezataannya itu tetapi jangan sampai semunya itu melalaikan kita serta membuat hati menjadi kufur nikmat. Sebagai orang beriaman harus ekstra berhati-hati agar tidak terjerumus kesana, jika sudah terlanjur maka bertaubatlah kepada sang  maha pengasih. Semoga prinsip yang kita bangun tidak hanya berdasarkan materialis tetapi adanya keimaman dan kesyukuran menyertainya. Dengan demikian kita dapat bekerja di dunia seakan hidup selama-lamanya dan bekerja untuk akhirat seakan esok hari kita kembali di atas pangkuan sang maha penguasa langit dan bumi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar