Jika waktu ku telah tiba ikhlaskanlah aku pergi
Jangan pernah engkau tangisi,
sebab waktu telah jeda untuk menyapa bukan karena keegoisan, tapi itu titah
Sang kuasa
Hapuslah butir-butir air mata
yang berderai di pelupuk mata indah mu
Tersenyumlah, aku harap doa
dari mu selalu baik dalam diam, atau dalam menikmati sisa-sisa senja yang
bercahaya di kota karang itu
Jika nanti aku hanya sekedar
nama dalam percakapan sunyi mu
Jangan engkau cerca aku yang
mungkin hidup malang melintang tanpa sepeser rupiah mewarnai hidup mu
Ambillah hikmah kebaikan yang
pernah aku lakukan
Bawalah ke tempat sampah
segala kesalahan ku
Bakarlah ia bersama
ceceran-ceceran sampah di sudut deker itu yang telah usang penuh lumut-lumut
berbusuk
Jika aku benar-benar telah
pergi
Aku tak mau engkau menangis
dengan teriakan histeris yang biasa kau ratapi bila senja tak mengalunkan rindu
di setiap petang itu
Jikalau engkau terus histeris
pun tak mungkin aku hidup lagi
Iklaskan kepergian ini dengan
penuh ketulusan mu
Lunasi hutangku di rumah
bercat putih itu
Agar tidak terlalu berat aku
memikul beban yang membumi
Sepeninggal aku nanti
Akan aku titipkan orang-orang
yang kucintai padamu sajak
Hiburilah mereka di saat duka
melanda hatinya
Dengan nyanyian-nyanyian
puisi sketsa tujuh bidadari
Dalam catatan kecil kuyup
basahmu
Jika mereka terlelap dalam
sendu tangisannnya maka cukupalah air matanya itu yang akan mengetarkan tahta
dibilik langit itu, dalam dekapan doa-doa yang bertasbih, dalam kalam yang basah dan rindu aku menitip wasiat ku ini oh sajak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar