Breaking

LightBlog

Jumat, 10 Juni 2016

AKU MALU PADAMU


Kini aku malu pada sang senja
Malu pada tinta-tinta kesaksian diatas kertas yang melumuri wajahku
Malu pada dasar lautan yang terus bermahkotakan mutiara

Tangkai-tangkai perasaan malu kini telah memuncak yang hampir menyaingi sang himalaya
Saat anak-anak bersulam putih abu-abu bersyair dengan sajak-sajak berdarah
Saat angan-anganku seakan tak lagi bermesra dengan dunia yang mencintaiku
Saat bintang-bintang penuh amarah melihat hastrat penuh keegoisan ku mencumbui purnama
Yang mungkin bagi mereka adalah halusinasi bodoh dan imajinasi yang sedang mabuk

Aku malu wahai dunia
Pada sajak yang terus melodi dalam tanya
Kapankan datang mentari yang dulu bertaburan dari sabang hingga merauke
Kini aku tak mampu menjawab, perlahan aku pejamkan mata
Mengingat mimpi dan ribuan harapan yang dulu aku rawat dengan perih
Mungkingkah ia dapat tumbuh di antara selaksa derita ini?

Harapan ku semoga harapanku bermekaran menaungi mereka yang sedang musafir
Dan sampai nafas ini berakhir ia dapat beranak pinak
Sebagai amalan ku untuk menahan jeritan di saat aku kembali dalam pangkuan Sang kuasa

Jika harapanku tak lagi dijajajah dan di kungkung
Maka mungkin akhir dari cerita ini hanya akan lari bersama angin
Menyembunyikan racun-racun yang dahulu ia tumpahkan di wajahku
Dan aku akan bebas jelajahi dunia tanpa rasa malu seraya aku sungkurkan wajah ini menikmati lautan yang meredam zikirku dalam sujud

Nb: Teruntuk Tuan yang dahulu memelihara senyumnya tanpa iba dan peduli pada diri ini yang di porak-porandakan puting beliung.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar