Breaking

LightBlog

Minggu, 12 Juni 2016

ABSIT (MALUM) OMEN


Wahai Sang Prabu dari tanah leluhur
Engkau layak berteriak serta murka diatas resahan dan gundah kalbumu
Yang telah lama  bercermin melihat kecacatan dari anak keterunanmu
Engkau layak murka
Engkau layak berteriak didepan kaca tempatmu bersolek
Sebab engkaulah sang prabu yang selalu bertitah dan menuntut hibah diri

            Maafkanlah kami yang lumpuh dan buta dari goresan nuranimu
            Kami masih belia, kami masih meraba-raba merangkak untuk  memenuhi hastratmu
            Biarkanlah kelamnya masa itu berlalu sudah
            Biarkanlah ia terkubur dalam tumpukan sampah kegalauan
            Yang mungkin memang sangat menusuk aroma kebusukannya

Wahai Sang prabu Tanah Leluhur.......
Tetesan air mata ini akan jadi saksi atas mujahadah dan sumpah yang telah terikrar
Kami terbang dari belahan nusantara untuk menjawab rindumu tentang dendang perjuangan
Dendang yang tak bising walau di iringi dengan syair-syair pantun
Dendang yang menjadi penghilang dahaga masa tuamu

            Tekad kami adalah pesan para leluhur dan rindumu
            Maka tuntunlah kami beriringan menjadi sang seniman sejati
            Seniman yang pandai berdandan dan beriringin dalam memberi bukti
            Bukan yang hanya berimajinasi memberi dusta  dan air mata

Oh dayang Nusantara
Kepakkan layar ini sekarang juga
Kepakkanlah sebesar-besarnya sebelum sang tornado penuh kritikan menghalang
Sebelum memori sang prabu tanah leluhur terlahir kembali dengan  nurani  pesimis yang dapat menyeret nyawa dan air mata  diantara kita saat itu
Mari kita biarkan nurani ini berbicara tentang akhir nafas kita berdetak
Hinga ia mampu menjawab  harapan dan kerinduan yang lama gersang
Dan nurani yang mampu menjawab rindu dan tangis seorang prabu leluhur
Hinga kelak kita dapat tersenyum simpuh diatas bahtera yang di nahkodai para dayang nusantara dalam menuju pulau kejayaan yang berperadaban rabbani







Tidak ada komentar:

Posting Komentar