Wahai Sang Prabu dari tanah leluhur
Engkau layak berteriak serta murka
diatas resahan dan gundah kalbumu
Yang telah lama bercermin melihat kecacatan dari anak
keterunanmu
Engkau layak murka
Engkau layak berteriak didepan kaca
tempatmu bersolek
Sebab engkaulah sang prabu yang
selalu bertitah dan menuntut hibah diri
Maafkanlah
kami yang lumpuh dan buta dari goresan nuranimu
Kami
masih belia, kami masih meraba-raba merangkak untuk memenuhi hastratmu
Biarkanlah
kelamnya masa itu berlalu sudah
Biarkanlah
ia terkubur dalam tumpukan sampah kegalauan
Yang
mungkin memang sangat menusuk aroma kebusukannya
Wahai Sang prabu Tanah Leluhur.......
Tetesan air mata ini akan jadi saksi
atas mujahadah dan sumpah yang telah terikrar
Kami terbang dari belahan nusantara
untuk menjawab rindumu tentang dendang perjuangan
Dendang yang tak bising walau di
iringi dengan syair-syair pantun
Dendang yang menjadi penghilang
dahaga masa tuamu
Tekad
kami adalah pesan para leluhur dan rindumu
Maka
tuntunlah kami beriringan menjadi sang seniman sejati
Seniman
yang pandai berdandan dan beriringin dalam memberi bukti
Bukan
yang hanya berimajinasi memberi dusta
dan air mata
Oh dayang Nusantara
Kepakkan layar ini sekarang juga
Kepakkanlah sebesar-besarnya sebelum
sang tornado penuh kritikan menghalang
Sebelum memori sang prabu tanah
leluhur terlahir kembali dengan
nurani pesimis yang dapat
menyeret nyawa dan air mata diantara kita
saat itu
Mari kita biarkan nurani ini
berbicara tentang akhir nafas kita berdetak
Hinga ia mampu menjawab harapan dan kerinduan yang lama gersang
Dan nurani yang mampu menjawab rindu
dan tangis seorang prabu leluhur
Hinga kelak kita dapat tersenyum
simpuh diatas bahtera yang di nahkodai para dayang nusantara dalam menuju pulau
kejayaan yang berperadaban rabbani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar