Breaking

LightBlog

Jumat, 06 Januari 2017

AJNIHAH AL MUTAKASSIRAH


Di pantai melayu ini ada sajak-sajak indah mengendarai ombak
Gemuruhnya memenuhi ruang kalbu sang kembara yang menanti sang kekasih.
Aduhai,,,,,, itu dia syair mu
Kekasih berbalut cadar diatas samudra biru
Berkata batinnya, bukan itu. itu hanya beberapa penggalan bait saja, ia tak bernada, ia takut melihat wajahmu, ia takut memberi hastratnya untuk dicumbui, ia juga sayap-sayap patah dan wajahnya penuh gerhana.
Ia indah karena diasuh di tanah melayu. Ia indah karena bagian dari aliran darah konglomerat tanah melayu ini jua. Andai ia hidup di pekarangan rumahnya sekarang mungkin ombak-ombak ini yang akan menenggelamkan wajahnya kedasar lautan.
Wahai jiwa bagaimana dengan ku?
Aku tahu engkau pandai bernyanyi disetiap resahku. Lalu bagaimana aku berdendang?
Dasar lelaki cengeng. Peliharalah saja hatimu. Semegah apapun istana yang kau bangun akan runtuh jika hatimu tak dapat terpelihara.
Memang ia yang selalu kau puja tetapi saat ini biarkan ia mengendarai ombak dan berpetualangan mengitari impiannya. Ia juga masih muda dan berhastrat menaklukkan dunia.
Biarkan ia sendiri di tanah melayu ini. Biarkan ia bercermin sendiri wajahnya di rembulan malam ini. Biarkan ia pasang surut di negri ini.
Kelak ia sendiri yang akan menangis membasahi jubahmu. Biarkan ia berhias seelok-eloknya di pantai melayu. Biarkan ia menabrak anganmu disaat petang kembali dari perantauan.
Wahai sang kembara. Bila kelak engkau rindu padanya maka tenggelamkan saja hatimu di jembatan barelang. Bila kelak ia menjebak mu dalam kelambu kasmaran maka ajaklah ia berlari-lari seperti sai’i menuju pelaminan.
Siapapun punya mimpi, dan biarkan saja mimpi itu mengalir lewat bait-bait qolam.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar