Oleh
: M Hamka Syaifudin
Assalamualaikum
wr.wb
Sahabat
blogger yang saya banggakan.
Tiada
terasa sudah setahun perjalanan hidup kita. hidup yang menyimpan sejuta
kenangan dan impian. Ada duka lara di setiap hembusan nafas, ada juga senyuman
meriah di setiap tatapan mata. Semua punya warna yang selalu menghiasi
kehidupan ini.
Di
akhir tahun ini saya ingin menulis beberapa bait kata yang sederhana. Kata yang
mungkin akan berakhir jadi arang tetapi ada baiknya juga jika saya menyalakannya
dari sudut pandang seorang kembara tanpa arah. Walau agak perih dan malu tetapi
itulah kehidupan, ia akan selalu mengajarkan kita tentang dirinnya, ia selalu
membawa kita pada arah anak-anak, remaja bahkan dewasa. Ia akan tetap mengawal
dan menggendong kita kedalam pelukannya. Maka saya merasa perlu untuk berbagi.
Karena walaupun arang itu panas tetapi dapat menghasilkan masakan yang lezat
untuk di santap.( begitulah kira-kira..............hehehe).
Saya
juga agak bingung memulai tulisan ini dari mana. Karena pengalaman ini terasa
tak banyak arti sebab terasa kebanyakan garamnya dari pada bahan yang akan di
santap.( hehe.......jadi lapar ni ).
Di
penghujung tahun 2015 menjadi awal yang sangat bersejarah dalam hidup saya.
Saat itu saya sudah meninggalkan kota karang dan berlayar ke kota daeng(
bugis-makassar). Sungguh, begitulah kalaw nasib yang berbicara. Dalam benak
yang masih belia ini saya merasa sangat tertekan dan seakan terusir dari negri
sendiri. Mungkin sebagian dari teman-teman sudah berpengalaman merantau jadi
tidak terlalu berkesan. Tetapi bagi saya itu bukan sekedar terusir tetapi juga
hukuman bagi saya yang selalu menganggap remeh sebuah kesuksesan. Saya belajar
banyak tetapi malas mengamalkannya. Saya banyak mendengarkan nasehat kebaikan
tetapi saya seolah-olah orang yang tuli hati dan telinganya. Saya meninggalkan
kota karang penuh dengan rintik-rintik air mata sebab kelamnya malam selalu
menebarkan buhul-buhul sihir jahat.
Waktu
itu semakin cepat berjalan hidup saya pun terasa semakin terbebani dengan
kepergian sang bunda yang juga bagian dari belahan hidup saya. Walau bunda itu
bukan yang melahirkan saya tetapi atas dasar cinta nya lah saya hidup dengan
penuh senyuman. Ia hanya ibu tiri tetapi kasih sayang yang ia ajarkan pada saya
terasa ketulusannya sangat mendalam.
Kepergiannya
sang bunda itu menjadi pukulan telak bagi saya. Kepergian yang begitu sangat
cepat dan tak terasa terompah maut itu bertamu. Ia hadir bagai semilir angin
yang berhembus penuh perasaan. Kepergian sang bunda juga menambah beban kepada
saya karena harus mengurus adik-adik yang masih sekolah di kota karang. Mereka pun
masih memendam rindu yang sama. Mereka pun tertekan dengan keadaan.
Sampai-sampai tenggelam dalam air matanya sendiri. Mereka merasakan rintik-rintik
hujan penuh darah itu mengalir dalam urat nadinya. Saya merasakan itu karena
sudah tiga tahun terakhir mereka belum sama sekali pulang ke rumah untuk
bertemu sang bunda.
Namun
demikian, Sebagai orang yang beriman kepada Allah swt harus mengambil ibrah(pelajaran)
dari padanya. Saya yakin ini lah caranya Allah mengajarkan pada saya tentang
sebuah kehilangan cinta sejati. Allah ingin menguji seberapa besar cinta itu
untuk diri-Nya.
Di
kota seribu kubah itu( makassar) saya setiap saat selalu termenung diatas bukit
kecil di samping masjid. Saya melihat keindahan menara-menara masjid itu yang
berdiri dengan kokohnya. Rasanya, ya Allah ingin saya kirimkan salam untuk
adinda-adinda ku yang jauh di pelupuk mata. Ingin rasanya saya terbang kembali
ke kampung halaman untuk berbagi duka yang sedang bernari-nari tanpa nada di
hati ini. Tanpa sadar air mata turut hadir dalam kesepian ku. Ia hadir untuk
menemaniku saat hati ini sudah gelisah dan rindu yang membara. Di atas bukit
itu saya baringkan tubuh mungil diatas bebatuan besar sambil tenggelam
menikmati lantunan murottal syech musyari rasyid yang di putar setiap waktu
shalat lima waktu di masjid. Oh Allah indahnya......
.
Kota
daeng ini mengajarkan begitu banyak pengalaman pada saya. Tugas saya waktu itu
hanya mengorek-ngorek butir sampah yang berkeliaran tanpa izin di wilayah
pesantren. Setiap saat bertemu dengan kotoran-kotoran yang selalu memenuhi
tempat sampah besar disana. Namanya juga tugas jadi tetap saya kerjakan. Ketika
sambil memungut butir-butir sampah terbetik dalam hati saya bahwa hidup itu
indah jika selalu berada dalam ketaatan. Walau tugas yang kita emban tidak
sesuai dengan nurani kita tetapi yang terpenting adalah hati dan jiwa kita selalu
terlindungi dalam kebaikan dan peribadatan pada Allah swt.
Dan
alhamdulillah pertolongan Allah selalu datang bertubi-tubi pada saya. Begitu
banyak sahabat dan teman-teman yang semuanya punya kepedulian dan kasih sayang.
Hidup di sana terasa seperti kekerabatan dan persaudaraan muhajirin dan anshar.
Indahnya terasa seperti menikmati mentari yang tenggelam dalam lamunan dan
impian di pantai losari. Sungguh kota yang sejuk dan teduh di bawah atap-atap
iman para insan.
Kurang
lebih 2 tahun di makassar saya pun ingin melepaskan rindu. Rasa hati ini untuk
pulang bertemu dengan sanak family dan handaitaulan. Dan alhamdulillah semuanya
di mudahkan oleh Allah swt. Saat itu kutatapi wajah-wajah tua yang setiap saat
memerah keringat dan airmata duduk bersimpuh penuh tangisan. Ya Allah wajah-wajah
ini yang selama ini rela terbakar di bawah mentari demi untuk kami anak-anaknya
hidup. Mereka kita telah tua dan tak berdaya. Ya Allah kuatkan mereka agar
hamba bisa membuat mereka terbang dengan masa depan yang cemerlang. Ya Allah
kokohkan hati mereka agar saya bisa turut merasakan perih batinnya
membesarkanku. Ya Allah bukakanlah pintu maaf mu untuk kami anak-anaknya yang
selama ini khilaf dan terjerumus dalam kebangkangan. Ya Allah bukakanlah bagi
mereka pintu rezeki mu, agar keringat dan airmatanya dapat terbayar dengan
beberapa kepingan dolar itu. Ya Allah satukan kami di syurga mu selama-lamanya.
BERSAMBUNG............................................................................
GALERI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar