Breaking

LightBlog

Rabu, 19 Oktober 2016

MENGUNDANG MENDUNG SENJA INI


Sudut kota ini adalah warna dari wajah-wajah yang merobek kabut
Sudut kota yang dilumuri bau dupa dan kemenyan saat mentari di cemooh
Padahal disini banyak syair-syair yang bisa di ajak untuk bernari

Sejak merak kembali ke peraduannya aku tersihir untuk berdendang disini
Lagu-lagu yang bergema seakan kalah dengan seuntai kabar tentang mendung yang berselimut di kota ini
Kata mereka disinilah mendung itu bersemayan
Mendung itu memahkotai jiwanya dengan prosa dan seuntai syair yang akan membuat para pengelana tertidur dalam lamunannya
Ah, rugi rasanya jika aku pergi senja ini
Sebab aku penasaran dengan melody dan syair dari mendung itu
Namun aku tetap ragu jika mendung tak menerimaku untuk bermalam di kota kecil ini
Maka lebih aku akan berhias menanti kepulangannya di saat senja ini menyapa separuh wajah barelang.
Walau ia tak pernah melihat ku tapi aku akan mendekapnya erat dan menunggu bait-bait kehidupannya yang ia pelajari dari NTB
Dan aku akan mencumbuinya sampai mendung itu benar-benar menumpahkan kesyahduan mahligai
Wahai sang mendung
Sampai kapan aku mengitari kota kecil ini
Memang benar aku anak pengelana tapi janganlah engkau membuat aku beralari-lari mengejarmu
Jangan engkau membuat aku bahagia diatas imajinasiku yang gila ini
Cukup saja engkau hadir membawa beberapa syair untuk ku
Setelah itu engkau boleh pergi dengan kuyup bayah yang akan menenggelamkan perempatan lampu merah ini.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar