Breaking

LightBlog

Minggu, 09 Oktober 2016

MALAM I


Wajah mungil itu benar benar mendidih setelah secangkir ego ku melumuri nya
Wajah penuh keteladanan namun terlalu berhastrat memeluk malam
Bayang-bayangnya terlalu bosan dan muak untuk ku cicipi hidangannya

Aku pun bingung mengapa sepahit ini hatiku
Aku pun bingung mengapa malam ini aku muntahkan kesalku
Walaupun ada hastrat serakah diwajahnya namun ia santun bernyanyi  menghibur duka dan penari sejati yang hadir membelah riak gelombang
Aku benar-benar bersalah, namun siapa yang pantas mendengarkan aku
Siapa yang pantas bersamaku dalam paduan airmata
Siapa yang pantas untuk kucurahakan linangan ini
Sebab mendung di sekitarku semua telah buta dan tak mau bersua
Lebih baik aku lampiaskan pada wajah mungil yang menari malam ini
Agar aku bernafas sedikit lega
Walau batinnya yang menangis dalam darah sukma teramat perih
                Aku benar-benar bersalah, namun pada siapa ku cucurkan kisah ini
                Pada siapa yang rela  memangku kala aku benar-benar menangis
                Pada siapa ku berteduh  disaat air mata banjir mengitari sekolan di sudut kota
                Pada siapa yang berhak?
Maafkan aku malam ini wahai wajah mungil
Memang perih dan sakit, tetapi biarikanlah aku sedikit beranafas lega
Jika bukan kepada mu pada siapa lagi,  sebab harapanku telah lari dan senja pun sudah wafat
Maka maafkan aku wahai wajah mungil. Aku minta maaf, aku mencerca diri ku yang penuh aib dosa
                Hanya dengan malam lah aku bercerita walau ia tak hiraukan dukaku
Semoga dengan malam aku dapat meraih kembali jiwa ku yang pergi berkelana tak menentu hingga aku yang menderita menanggung bebannya
Wahai malam bantulah aku
Hiburilah aku, sebab malam ini aku benar-benar menanggis
Aku benar-benar mati  rasa, hanya engkaulah yang dapat memberikan harapan untuk mengembalikan sebongkah hatiku yang remuk dan tumpang tindih karena nirwana



Tidak ada komentar:

Posting Komentar