Ada lelaki yang kini mengejar asa
Lelaki yang ingin memupuk senyuman
di balik bilik kehidupan
Lelaki yang tak ingin berteduh
dibawah genangan duka
Lelaki yang kadang menjual hati demi
seperempat suap dari janji belai kasih
Lelaki yang pergi tak kenal waktu
untuk sebuah senyuman masa depan
Lelaki yang tak rindu lagi dengan
senyuman mendung
Sebab mendung terkadang hadir tetapi
tak bersua dan berirama
Lelaki itu kini terus besemayam
diatas purnama
Lelaki itu selalu mengabarkan
senyumannya pada semesta di akhir pekan
Namun terkadang ia sendiri yang
mengutuk purnama
Sebab purnama terlalu anggun
menutupi wajah indahnya dibalik cadar
Tetapi batinnya sendiri terkoyak
oleh hembusan angin tak bersuara
Lelaki itu kini ingin memanggil
kedamaian
Lelaki itu kini berlutut dibawah
naungan senja yang meratap imbalan
Lelaki itu kini berambisi menelan
isak tangis dan dukanya sendiri tanpa ada kata yang mengalir deras begitu saja
Lelaki itu kini ingin merasakan
kehidupannya sendiri
Hidup untuk menyembah purnama
ataukah lari dari kejaran purnama
Dilema batinnya bergelora dan hangus
dalam rasa
Semua tentang kehidupan selalu
menghadirkan sajak yang tak berujung damai
Tapi semua tentang nasib tak selalu berujung nestapa
Lebih baik muntahkan saja isi batin
dalam wadah yang menganga
Agar mendung tak lagi bersuara
Agar mendung selalu menghadirkan
wajahnya dari balik purnama
Ia hanyalah lelaki biasa yang punya
hastrat diujung sifat segan
Ia hanyalah lelaki yang membekukan
suasana hati kala mentari malu dan pergi
Dan semua laki-laki dalam
pengembaraan selalu memimpikan mendung untuk megundang butir-butir airmata
rindu
Tetapi bukanlah waktunya kita
membahas itu
Biarkanlah sajak ini tanpa jeda dan
terputus tanpa menemukan sajak akhir.
Karena terlalu letih sudah ia memenjarakan
malu diatas segalanya


Tidak ada komentar:
Posting Komentar